Pages

Selasa, 12 Januari 2016

Menjadi Guru Karena Panggilan Jiwa

Kawan sekalian punya cita-cita? Saya percaya dan yakin, pasti kawan-kawan sekalian pasti punya cita-cita dalam hidup ini. Setiap orang memiliki cita-cita dan impiannya sendiri. Namun, apakah cita-cita dan impian itu sesuai dengan kehendak hati, atau hanya sekedar mengejar gelar (ijazah untuk mencari kerja?) Inilah cerita seorang guru dari sebuah desa Dayamurni, Provinsi Lampung-Indonesia, “Menjadi guru karena panggilan jiwa”.

Perkenalkan, namanya Nyariati Handayani, saya biasa memanggilnya Atik saja. Kami berkawan sejak jaman SMA (Sekolah Menengah Atas). Tepatnya ketika kami berada dalam satu kelas yang sama yaitu, kelas III IPS 1. Orangnya ramah, seru, easy going, mau berkawan dengan siapa saja tidak pilih-pilih. Itulah dulu kenangan yang bisa saya ingat tentang sosoknya. Eh iya Atik, itu kelas kita dulu masih bercat pelangi gak ya?

Lama hilang kontak, bisa dibilang tak berkomunikasi sama sekali, sejak kelulusan SMA (Sekolah Menengah Atas), beberapa tahun silam, sekitar enam/ tujuh tahun lalu, Nyariati mengirimi saya SMS (short message service). Dan sejak saat itu jalinan silaturahmi/ komunikasi antara kami terus berjalan hingga saat ini. Meskipun jarak memisahkan, dan nyaris belum pernah bertemu kembali sejak kelulusan SMA (Sekolah Menengah Atas), tapi itu bukanlah sebuah masalah besar, karena kami masih bisa saling menyapa meski lewat “udara”. Bahkan bila perlu sayapun masih sempat mengirimi surat berperangko untuk Nyariati Smile

Nyariati Handayani adalah seorang guru SD (Sekolah Dasar), yaitu guru di SD Negeri 1 Dayamurni, Lampung-Indonesia. Ia mengajar mata pelajaran Penjas, atau bisa disebut dengan mata pelajaran olahraga. Kiprahnya sebagai ibu guru telah dimulai sejak tahun 2012, tepatnya 3 September 2012. Wow, sebagai teman sayapun merasa bangga padanya. Karena guru adalah pekerjaan mulia, mendidik generasi penerus bangsa.

Ibu guru yang satu ini terbilang sibuk lhoo…dalam waktu satu minggu ia mengajar 9 kelas, yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Rutinitasnya setiap hari berangkat mengajar pukul 07.00 WIB, dan pulang mengajar pukul 12.30 WIB. Nah, bila kebetulan pas piket, jam 6.30 WIB, Nyariati sudah berangkat kesekolah dimana ia mengajar. Karena selain mengajar dikelas, ia juga guru piket disekolah tempat ia mengabdi. Diakhir pekanpun Nyariati masih aktif, karena ia masih menyelesaikan pendidikannya ditingkat Universitas.

Tidak hanya sampai disitu rutinitasnya, tentu saja sepulang mengajar, Nyariati masih harus mengurus pekerjaan dirumah, mengurus suami, serta mengurus dua buah hatinya. Iya, ibu guru cantik ini memiliki dua orang anak yang cerdas. Selain itu, ia masih punya kesibukan diorganisasi tempat suami bekerja. Tak sampai disitu, diwaktu luangnya iapun masih berkarya dengan merajut. Ayo, ayo…siapa yang mau pesen tas rajut buatan ibu guru yang luar biasa ini? Dijamin pasti kereenn tasnya, “handmade”  Atau mau pesen satu set bantal kursi rajutan, silahkan kontak langsung ya dengan Ibu gurunya sendiri. Pernah juga sekali waktu ia menunjukkan serangkaian bunga yang terbuat dari kantong plastik yang berwarna-warni. Nah, mulai sekarang bila mendapatkan kantong plastik warna-warni dari warung, jangan dibuang karena bisa dibuat bunga-bunga indah untuk menghias rumah. Bisa mengurangi pencemaran lingkungan, bukan? Tak sampai disitu, Ibu guru ini ternyata mau belajar berkebun juga, dengan membeli beberapa bibit sayuran, seperti bibit terong. Wiihh…nanti kalau panen bisa masak-masak terong sepuasnya, dibuat sambel terong, Jangan lupa undang makan saya ya Open-mouthed smile

Tak kalah aktif dengan Ibu gurunya, anak-anak didik Nyariati sudah sering memenangkan lomba-lomba senam ditingkat Kecamatan lhoo..Dapat juara II atau juara III itu sudah pasti, keren kan?! Tahun lalu anak-anak didiknya mengikuti O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional), dan mencapai tingkat Kabupaten. Wah, buat saya itu prestasi yang luar biasa! Meskipun belum mencapai tingkat provinsi, tapi jangan pernah berkecil hati, teruslah bersemangat! Saya pribadi sangat menghargai kerja keras dan perjuangan yang dilakukan oleh Nyariati serta anak-anak didiknya. Semangat ya…Kalah dan menang dalam sebuah pertandingan/ perlombaan itu biasa. Yang terpenting sudah berusaha, dan sudah memberikan yang terbaik.

Saat ini, anak-anak didik Nyariati sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) yang sebentar lagi akan dihelat, 14 Januari 2016. Semangat anak-anak! Mereka berlatih tiga kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Senin, Rabu, dan hari Sabtu. Dimulai pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pelatihan ini meliputi pelatihan mental dan fisik. Seperti kata Nyariati, bahwa anak-anak ini sebenarnya mampu, hanya kurang percaya diri. Maka pelatihan untuk menguatkan mental itu penting. Juga pelatihan fisik yang tak kalah penting. Semangat, berjuanglah anak-anak O2SN, jangan takut akan hasilnya, tapi berusahalah dan berikan yang terbaik.

Ketika saya tanya, apa motivasi Nyariati hingga memutuskan/ memilih menjadi seorang guru. Nyariati menjawab dengan singkat dan bijak, “karena panggilan jiwa”. Ya, sebuah panggilan jiwa, yang artinya tidak hanya sekedar masalah pekerjaan/ profesi semata, guna mendapatkan penghasilan. Karena memang dalam kenyataannya, banyak sekali guru-guru honorer yang benar-benar mengabdi karena panggilan jiwanya.

Menjadi seorang guru akan memikul tanggungjawab besar dipundaknya, sebuah tanggungjawab akan masa depan bangsanya, yang dimulai dengan mendidik anak-anak bangsa tentunya, untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan masa kini yang disebut dengan kebodohan.  Maka dari itu, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, karena perjuangannya dalam melawan kebodohan. Saya berharap, semoga banyak guru-guru di Indonesia seperti Nyariati ini. Menjadi guru karena sebuah panggilan dari jiwa untuk mengabdikan diri dengan setulus hati,  mengajar anak-anak bangsa, mengantarkan mereka meraih cita-cita/ impian.

Inilah cerita singkat tentang salah satu sosok guru dari sebuah desa, yang patut untuk diteladani. Dan maaf, saya sebagai penulis tidak bisa menyertakan foto-foto tentang sosok Nyariati Handayani. Karena ia tak ingin dikenal, dan sayapun sangat menghargai privasi seseorang, termasuk privasi Nyariati. Terakhir, terimakasih banyak atas kerjasamanya. Salam Tunas Bangsa Camp

Catatan :

  • Penulis Acik Mardhiyanti / Written by Acik Mardhiyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan komentar. Tolong jaga sopan santun, berpikiran positif, semangat belajar, dan tepikan pikiran negatif.