Pages

Rabu, 28 Juni 2017

Semangat Tiada Henti Untuk Terus Berkarya

IMG_2294[1]

Riche Mai Andriani, Perintis Sekolah Pra-sekolah, Taman Kanak-kanak didaerah tempat tinggalnya, poto koleksi pribadi Riche Mai Andriani

“Talkless do more”, saya sangat suka dengan kata kata ini. Yang punya maksud kurang lebih, “jangan banyak omong tapi beraksilah secara nyata”. Dalam kehidupan ini banyak orang yang pandai berbicara,  tapi ada berapa orang kah yang mampu beraksi secara nyata untuk lingkungan sekitarnya? Ada berapa banyak orang kah yang peduli dan sensitif tentang perkara-perkara/ masalah yang ada dilingkungan sekitar? Jawabnya adalah hanya segelintir orang saja.

Bernama Riche Mai Andriani, ia adalah salah satu kawan penulis sewaktu di bangku SMA (Sekolah Menengah Atas). Kawan ini termasuk salah satu anak yang rajin, dan selalu datang kesekolah lebih awal. Dalam perjalanan waktu, ada banyak cerita yang dimiliki kawan saya ini. Cerita-cerita perjalanan hidupnya sungguh inspiratif. Semangatnya yang terus hidup untuk terus berkarya, bisa memberikan manfaat untuk lingkungan sekitar dan tentu saja bisa menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya.

IMG_2296[1]

Riche bersama sang suami, Poto koleksi pribadi Riche Mai Andriani

Setelah lulus dari bangku SMA (Sekolah Menengah Atas), Riche, kawan saya ini tidak bisa melanjutkan kebangku universitas karena ketiadaan biaya. Sedih, sakit, tentu saja itu dirasakannya. Namun ia tak patah semangat, karena tidak mampu melanjutkan kebangku universitas, maka diambilnya kursus guru TK (Taman Kanak-kanak) disalah satu kota di Provinsi Lampung-Indonesia. Dengan skill (kemampuan) yang ia dapat, setelah lulus kursus, Riche bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu Taman Kanak-Kanak  didaerahnya. sampai disini saja kah kisahnya, lulus SMA, ambil kursus, lulus kursus kemudian bekerja, dan terus berkeluarga (menikah)? Tentu saja tidak kawan!

Riche, kawan saya ini bercerita pada penulis, ia sudah 11 tahun merintis sekolah TK (Taman Kanak-Kanak). Wow, luar biasa, speechless (tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata/ kehabisan kata-kata). Bukan waktu yang singkat dan mudah untuk merintis sesuatu, bukan? Merintis sebuah sekolah, tentu bukan perkara mudah. Tentu ada banyak perjuangan dilakukan, dan butuh ketetapan hati serta kekuatan hati untuk melakukannya. Semua itu ia jalani, dan sekarang sudah 11 tahun berjalan. Luar biasa, bukan? Lantas apa yang mendasarinya untuk melakukan semua itu?

IMG_2297[1]

Riche bersama putri tercinta, Regina. Poto koleksi pribadi Riche Mai Andriani

Hal pertama yang diungkapkan Riche, ketika penulis tanya apa yang motivasi dan mendorongnya, dan kenapa merintis sekolah TK (Taman Kanak-kanak) adalah, karena dilingkungan tempat tinggalnya belum ada sekolah TK (Taman Kanak-kanak). Menarik, bukan? Sebegitu sensitifnya/ peduli dengan lingkungan sekitar, dan mengerti tentang permasalahan dilingkungan tempat tinggalnya. Penulis yakin, tidak banyak orang yang seperti ini, mengerti tentang keadaan sekitar dan tahu apa yang harus dilakukan untuk membangun lingkungannya agar masyarakatnya menjadi maju.

Alasan kedua yang ia ungkapkan ialah, karena merasa memiliki ilmu dalam dunia pendidikan sekolah Taman Kanak-kanak, makanya Riche ingin merintis sekolah TK (Taman Kanak-kanak). Alasan ini juga menarik untuk penulis. Kenapa? Banyak sekali orang-orang diluar sana menempuh pendidikan, sekolah, dapat ijazah, dan bekerja. Benar memang, sekolah tinggi, lulus kemudian bekerja. Tapi tujuannya titik hanya sampai disitu? Sekolah untuk dapat ijazah agar bisa mendapat pekerjaan layak dan hidup layak? Dalam segi kacamata penulis, kita bersekolah bukan hanya untuk mendapat gelar semata, tapi ada peran yang harus kita jalankan untuk melakukan sesuatu hal bermanfaat, minimal untuk lingkungan sekitar. Peran apakah itu? Apa sih yang bisa kita berikan, atau apa sih sumbangsih kita, apa yang bisa kita lakukan untuk sedikit meringkankan permasalahan yang ada dalam masyarakat dan untuk lingkungan sekitar kita. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan, contohnya, merintis perpustakaan, bisa, merintis sekolah, bisa, memberikan les gratis untuk anak-anak, juga bisa, merintis komunitas berkebun dengan mengajak keluarga dan orang sekitar bercocok tanam dirumah, bisa juga. Pada intinya ada banyak sekali hal positif dan bermanfaat, yang bisa kita tularkan untuk lingkungan sekitar, atau lingkungan dimana kita berada.

IMG_2300[1]

Riche bersama putra tercinta, M. Raga Lanika. Poto koleksi pribadi Riche Mai Andriani

Yang ketiga, Riche berkata dalam tanya-jawab singkat, bahwa ia ingin anak-anak pra-sekolah mendapatkan pendidikan selayaknya sebelum mereka memasuki bangku sekolah dasar. Tujuan yang sangat mulia, bukan? Disaat banyak orang hanya memikirkan diri sendiri, seorang Riche Mai Andriani memikirkan nasib anak-anak dilingkungan sekitarnya yang belum mendapatkan pendidikan pra-sekolah,karena belum adanya sekolah Taman Kanak-kanak. Dimana anak-anak ini nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Dan saat itu murid tahun pertama Riche berjumlah 17 orang, dengan tarif SPP (biaya sekolah) hanya Rp. 7000;.

Gerak langkah kawan saya ini tidak sampai disitu saja, dalam usahanya merintis sekolah Taman Kanak-kanak, Riche berusaha mengejar pendidikannya. Ditahun 2006, ia mengambil sekolah D2 (Diploma). Setelah lulus, selang beberapa tahun kemudian, Riche melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi. Dan ditahun 2013 ia telah menyelesaikan pendidikan S1 (strata 1). Luar biasa, sangat inspiratif dan bisa menginspirasi siapa saja yang mendengar maupun membaca kisah ini.

Kemudian, penulis-pun bertanya-tanya, apa sih yang mendorong atau memotivasi seorang Riche untuk terus melanjutkan pendidikannya, meskipun ia telah berkeluarga? Ia memeliki beberapa alasan kuat untuk hal ini. Hal utama yang ingin ia raih adalah agar mendapatkan ilmu, tentu saja dengan bersekolah dan bersekolah lagi, ilmu yang kita miliki akan semakin bertambah, dan bertambah, bukan?! Kedua ialah, bahwa saat ini untuk menjadi guru sekolah Taman Kanak-kanak, harus seorang sarjana (Strata 1). Saya pikir hal ini wajar, karena jaman semakin berkembang dan semakin maju, maka seorang guru haruslah seorang yang memiliki tingkat pendidikan minimal Strata 1. Alasan terakhir, Riche mengungkapkan, ia berharap agar kedepan bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah. Mudah-mudahan, penulis doakan semoga pemerintah bisa lebih memperhatikan guru-guru teladan seperti Riche ini.

Dari semua hal yang telah dilakukan Riche, ternyata ia masih menyimpan satu keinginan lainnya. Dan hal itu membuat penulis kagum, sekaligus bangga padanya. Hal lain yang ingin ia lakukan adalah ia ingin memiliki toko, ingin membuka toko untuk menambah pemasukan keluarga. Yang intinya ia ingin mempersiapkan anak-anaknya sebaik mungkin dibidang pendidikan dengan menyekolahkannya disekolah yang bagus, serta menabung untuk masa tua. Sebuah rencana masa depan yang cemerlang, dan patut dicontoh bagi para orangtua-orangtua muda/ baru, agar sudah mempersiapkan tabungan pendidikan untuk anak-anak kelak agar  mereka bisa sekolah disekolah yang bagus. Karena memang semakin tinggi tingkat pendidikan maka biaya akan semakin tinggi pula, apalagi bila ingin memasukkan kesekolah terbaik, tentu biayanya tidaklah murah. Tabungan hari tua yang disinggung Riche juga tidaklah kalah penting. Yang tentu saja tujuan menabung untuk hari tua adalah agar tidak membebani anak-cucu dikemudian hari. Tabungan hari tua bisa dibidang apa saja, sesuai dengan apa yang kita minati dan kita kuasai/ mengerti. Ayoo, bagi kawan sekalian yang belum mikirkan tabungan untuk hari tua, mulai sekaranglah menabung untuk hari tua. Jadi selain mempersiapkan biaya pendidikan anak, kita juga harus mempersiapkan tabungan kita sendiri untuk hari tua. Orang Jepang bilang, “Ganbatte!”.

Itulah cerita dari salah satu kawan penulis yang sangat inspiratif dan patut diteladani. Kita bisa mencontoh semangatnya untuk terus berkarya dalam hidup ini. Ada pribahasa berkata, “Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama”. Mari terus belajar, dan belajar, jangan pernah berhenti berkarya dalam hidup, dan memberikan manfaat baik/ positif untuk lingkungan sekitar (minimal), agar kelak kita dikenang karena sebuah hasil karya. Indah bukan..?

Terakhir, penulis ucapkan selamat bergabung dengan Tunas Bngsa Camp untuk Riche Mai Andriani. Mari bersama-sama bergandengan tangan menyelamatkan pendidikan mereka, anak-anak yang kurang beruntung diluar sana. Terima kasih, Co-founder Tunas Bangsa Camp, Acik Mardhiyanti

Note:

  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy – Penulis Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions – Tidak diperkenankan/ tidak diijinkan untuk meng-copy paste tulisan ini tanpa seijin penulis
  • Do not reuse these photographs anywhere else without permissions – Poto-poto dalam artikel ini adalah koleksi pribadi Riche Mai Andriani, dilarang menggunakan poto-poto dalam artikel ini tanpa ijin penulis dan pemilik poto/ gambar